Pil Kucing dan Isra’ Mi’raj

1372

“Itu analisa sampeyan sendiri atau darimana?” Mas Bambang tak terima.

“Analisa saya sendiri.” kata Firman Murtado.

“Ndak valid, mas.”

“Ya memang, tapi logis, Mas Bambang. Kalau yang tak ada datanya dianggap ndak valid, sepi penjara” Firman Murtado mulai terpancing.

“Ndak masuk akal.”

“Para pecandu itu, awalnya juga dikasih gratis. Kalau sudah kecanduan dan ndak punya uang buat beli pil, keperawanan atau jasa kurir barternya.”

“Sampeyan kok tahu?” tanya Mas Bambang seraya tersenyum penuh arti.

“Ngalor-ngidul nyangkruk memberi saya banyak informasi.”

“Lha terus, kalau sudah gawat begini kita harus bagaimana?” potong Cak Manap melerai.

“Lha kita ini siapa? Mau bagaimana lagi wong tidak punya wewenang?” Mas Bambang menimpali.

“Laporkan!” tegas Firman Murtado.

“Kalau yang dilapori juga pemakai atau kongkalikong sama bandar?” sergah Mas Bambang pesimis.

“Tidak semuanya begitu.”

“Kebanyakan kan begitu? Lha kalau yang kita lapori juga ada main, malah kita yang celaka” kata Mas Bambang.

“Melapornya pakai anonim. Pakai SMS gelap atau kirim surat lewat pos”

“Yang paling efektif memang semua anggota masyarakat ikut aktif. Kalau ada gelagat tak beres gerebek. Kalau kita kompak, siapa yang berani macam-macam?” usul Ustadz Karimun.

“Lha kalau masyarakatnya pecandu semua, bagaimana?” kejar Mas Bambang. Semua tiba-tiba tak bisa bicara. Cep!

Penulis : Abdur Rozaq (wartabromo.com)