Meraup Untung Dari Kopi Organik

1538

Probolinggo (wartabromo.com) – Sejuknya lereng Pegunungan Argopuro dimanfaatkan oleh warga Desa Watu Panjang, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, untuk mengembangkan perkebunan kopi organik. Perkebunan ini, tengah diuji sebuah Lembaga Sertifikasi Organik (LSO Is Col) yang ditunjuk Kementerian Pertanian (Kementan) RI untuk mendapat sertifikat kebun organik.

Saat ini ada kebun kopi seluas 37,02 hektar di Dusun Pesapen yang dikembangkan oleh Kelompok Tani (Poktan) Rejeki 17. Mereka menanam kopi jenis Arabica, karena jenis ini sangat digemari masyarakat. Penanaman itu dimulai sekitar 2013 lalu, dengan pola organik dan meninggalkan pola lama.

“Kami konsisten menerapkan pola budidaya selaras alam atau pertanian organik. Tak satu sendok pun pupuk anorganik atau produk pabrik pernah ditabur di lahan. Tak setetes pun pestisida disempot untuk pengendalian hama penyakit. Disaat petani lain masih menunggu pohon kopi berbunga, kami sudah siap-siap memanennya,” tutur Salehudin, Ketua Poktan Rejeki 17 kepada wartabromo.com, Selasa (7/8/2018).

Baca Juga :   Kisah Pemotor Satria Tinggalkan Kendaraannya Saat Ditilang Polisi

Ia mengatakan dalam sekali panen setidaknya dalam 5 hektar lahan mampu menghasilkan 10 ton kopi ceri. Dengan begitu untuk lahan seluas 37,2 hektar mampu menghasilkan 354,5 ton kopi ceri. Jika diolah lagi menjadi HS (Hard Skin) alias biji kopi dengan kulit tindak, maka dari 10 ton susut menjadi 4 ton atau 212,7 ton. Hasil panen itu lebih tinggi sekitar 10 persen dari kebun kopi yang menggunakan pola pertanian nor-organik.

Biji Kopi saat di Perkebunan kopi organik di Lereng Pegunungan Argopuro, Selasa (7/8/2018). (Foto: Chopro)

Jika dikalkulasi, dengan harga HS Rp. 25.000 per kg, maka penghasilan kotor petani per 5 hektar adalah Rp. 100 juta per tahun. Jadi untuk lahan seluas 37,2 hektar itu mampu menghasil Rp. 886.250.000. Setelah dipotong biaya produksi, maka petani mampu meraup penghasilan bersih Rp. 60 juta per tahun atau Rp. 531.750.000.

Baca Juga :   'Perang' Kembang Api Malam Tahun Baru di Alun-alun Pasuruan

“Selain unggul dalam proses buah, harga kopi organik juga lebih tinggi. Di pasaran bias selisih dua ribu hingga empat ribu rupiah per kilonya,” lanjut Salehuddin.

Kini, selain menjual kopi arabika organic dalam bentuk HS, petani juga mulai mengemasnya dalam bentuk bubuk. Karena pada tahun 2017 lalu, telah ada peralatan produksi untuk menunjang pengolahan kopi pasca panen. Produk itu diberi nama kopi Arabika Krucil dan Kopi Lanang Krucil dalam kemasan 100 gram.

“Saat ini kami sudah melaunching dua produk andalan kami. Dengan cover yang kekinian dan tentu saja cita rasa dan kualitas organik namun dengan harga standar kopi pada umumnya,” ucapnya setengah berpromosi.

Baca Juga :   Sempat Hilang, Nelayan Nguling Tewas di Perairan Sidoarjo

Sebagai bentuk support dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo terhadap usaha yang dirintis masyarakat lokal ini, tim khusus yang dipimpin oleh Wahid Nurrahman, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo. Beberapa waktu lalu, tim ini melakukan inspeksi di lokasi perkebunan kopi yang berada di ketinggian 1.200 mdpl itu.

“Kopi Arabika Krucil ini ibarat emas hitam yang langka dan selalu menjadi incaran para pengusaha dan tengkulak dari luar daerah. Potensi ini InsyaAllah akan berkembang kalau semua dinas terkait guyub dan memberikan perhatian,” ungkap Wahid Nurrahman setelah mencicipi kopi kualitas organik tersebut. (cho/saw)