Merdeka Salah Kaprah

786

Soal pandangan hidup kedepan, anak –anak muda kita memang sudah tak tahu harus berbuat apa. Kita ini, kalau mengdopsi sesuatu selalu ampasnya saja. Penampilan serta tidak tahu adatnya ambil dari Amerika, tapi otak jongkok alias tumpul bin primitifnya menyewa dari bangsa Aborigin. Di Amerika, anak-anak punk yang biasambambung di trotoar saja, mampu membobol jaringan komputer FBI. Kalau kita, mahasiswa bikin skripsi saja copy paste. Banyak juga yang langsung beli ijasah .

Anak-anak muda itu, seandainya mereka tahu jika masa depan yang akan mereka hadapi begitu mengerikan, saya yakin kita takkan direpotkan oleh kebisingan ulah mereka seperti malam ini. Kalau yang kerja keras dan serius mempersiapkan masa depannya saja kadang masih melarat, bagaimana dengan yang cuma istiqamah hura-hura?.

Baca Juga :   Diduga Sopir Ngantuk, Truk “Sundul” Bus Parkir

Tak ada satu catatan pun dalam biografi orang sukses mengenai hubungan antara hura-hura dengan prestasi mereka. Kenakalan-kenakalan mereka—kalau ada— tidak berlanjut lama. Dan prestasi-prestasi gemilang itu pun, bukan atas dedikasi mereka di bidang kekurangajaran. Sesinting apa pun dunia, takkan ada panitia pemberi penghargaan berbentuk bangsat award,bajingan award atau bloon award. Penerima  Nobel, Oscar, Pulitzer atau Kalpataru adalah orang –orang serius yang sehat jasmani dan rohani.

Ketidakjelasan jati diri, ketidakmengertian terhadap apa yang mesti dilakukan, adalah penyakit nomor satu anak-anak muda kita. Dendam terhadap “ entah apa” adalah nomor dua. Selanjutnya kebiasaan mereka melampiaskan kekecewaan entah karena apa, protes kepada siapa serta membenci karena apa, telah menjerumuskan mereka pada kehancuran.

Baca Juga :   Sempat Menerobos Polisi, Mobil Curian dan 2 Pelakunya Ditangkap di Kejayan

Psikologi pemuda itu angin-anginan, musim-musiman seperti sikap para politisi. Mereka ogah dianggap penakut hanya karena tak mau diajak “minum”. Takut dicap banci hanya karena tidak mau berzina. Benar dan salah bukan berdasarakan akal waras, tapi berdasaran tren. Berdasarkan sugesti serta ajaran “ sang guru spiritual”. Celakanya, sang guru spiritual tersebut bukanlah Umar bin Khattab, Junaid al Baghdady atau setidaknya Rhoma Irama. Yang disebut guru spiritual di sini adalah, para maniak yang gemar mendem, madon, madat, maling danmaen.

Lha, jungkirbalik cara pikir mereka, serba permisif masyarakat serta lemahnya kontrol sosial –karena takut dinggap sok suci dan sok ikut campur—membuat tatanan masyarakat makin tak karuan. Kalau ada anak-anak muda mabuk atau tawuran, apalagi bikin film indie : porno lokal, setidaknya sampeyan harus menegur. Kalau nggak berani ya rame-rame. Kasih tahu pak RT atau pak RW.

Baca Juga :   Kongres Putuskan Wanseslaus Manggut Sebagai Ketua AMSI

Kalau kepingin “nasehat” kita melekat dan menyentuh batin mereka, coba kita tiru saja triknya Cak Nun—Emha Ainun Nadjib. Kita temani mereka main catur di warung kopi. Kita traktir kopi dan mie rebusnya. Kita dongengi kisah-kisah “kancil”, ”Abu Nawas” atau kisah ” Aladin”. Kita sentuh bagian terdalam serta titik totok mereka. Hingga mereka sendiri pun tidak sadar kalau kita sedang “menculiknya”. | Penulis : Abdur Rozaq