Dana Desa dan Orkes Dangdut

2672

“Apa alasan sampeyan, cak?” kata kepala desa meski sesi tanya jawab belum dibuka secara resmi.

“Karena hampir semua program tadi malah akan menimbulkan efek samping, pak.”

“Maksud sampeyan?” kata kepala desa.

“Pavingisasi memang sangat bagus karena membuat jalan tidak becek. Tapi saya khawatir kalau hujan akan menyebabkan banjir karena air hujan tidak menyerap ke dalam tanah. Nah kalau air hujan menggenang, nyamuk banyak, bisa menyebabkan demam berdarah, chikungunya dan zika. Lagi pula akan memperparah pemanasan global karena kalau dipaving, halaman tidak bisa ditanami pepohonan. Pavingisasi berdampak domino bahkan terhadap ketahanan pangan karena masyarakat tak bisa menanam lombok, terong, pohon kelor, pohon manga, pohon rambutan, blimbing wuluh. Itu juga bisa meningkatkan jumlah perceraian karena masyarakat akan semakin konsumtif karena semua keperluan harus membeli. Dan kalau para suami kurang kreatif dalam meningkatkan penghasilan, angka perceraian akan –semakin—meningkat.”

Baca Juga :   Ingat! Ini Pidana Bagi Penyembelih Sapi Betina Produktif

“Ah, sampeyan ini ada-ada saja.” Timpal kepala desa seraya tersenyum untuk mencairkan suasana. “Kok jauh benar hubungan pavingisasi dengan perceraian segala.” Tambahnya.

Tapi Cak Soleh belum selesai. “Bahkan, program-program yang diutarakan pak carik tadi dikhawatirkan membuat keadaan lebih gawat. Contohnya, program pengaspalan jalan dengan hot mix, saya khawatir akan menambah angka kecelakaan lalu lintas di kampung kita.”

“Program ini justru untuk mengurangi kecelakaan karena jalan berlubang, cak.” Jawab kepala desa.

“Korban kecelakaan lalu lintas karena karena jalan berlubang tak seberapa besar, pak. Justru kalau jalan desa kita hot mix, korban akan makin banyak.”

“Kok bisa?”

“Karena balap liar akan makin marak dan mobilitas saudara-saudara begal akan makin lancar.” Pak kepala desa saling pandang denga pak carik.

Baca Juga :   Lima Terduga Teroris Ditangkap di Karangploso Malang

“Usul saya sebagai masyarakat, kalau bisa dana desa kita gunakan bukan hanya untuk membangun infrastruktur karena bisa mubaddzir. Sebaiknya tidak untuk memasang jaringan wi-fi gratis agar anak-anak tak semakin rajin men-down load film-film berlendir. Sebaiknya tidak membangun poskamling agar anak-anak cangkrukan di surau. Sebaiknya juga bukan membangun pagar sepanjang jalan desa biar anggaran tidak semakin membengkak, karena tiap bulan harus mengecat kembali setelah diorat-oret grafiti. Apalagi memasang lampu PJU, tiap bulan kita akan mengganti bohlam karena selalu ada yang “mengamankannya”. Apalagi membangun plengsengan sungai, itu akan membuat masyarakat berpikir bahwa sungai adalah bak sampah raksasa”

“Bagaimana kalau membangun sarana nonfisik seperti perpustakaan, balai latihan kerja atau pinjaman modal bagi UKM?” tawar pak carik.

Baca Juga :   Tekan Kecelakaan, Forum Lalulintas Probolinggo Perkuat Edukasi Keselamatan Jalan

“Jangan, pak. Kalau kita bikin perpustakaan, buku-bukunya bisa habis dimakan rayap. Dilatih skil dan diberi peralatan kerja, masyarakat belum punya jiwa interpreneur. Diberikan pinjaman modal malah bisa-bisa dibelikan tv buat nonton sinetron atau beli hp agar bisa terus berselancar di dunia maya.”

“Lantas untuk apa dana desa yang ratusan juta ini?” pak kepala desa mulai sedikit pening.

“Buat nanggap orkes setiap tujuh belasan, agar masyarakat terhibur dan melupakan penyakit pening yang tak pernah sembuh itu.”

(Penulis: Abdur Rozaq)