Lebih 39 Ribu Warga Probolinggo Masih Buta Aksara

1124

Kraksaan (wartabromo.com) – Kabupaten Probolinggo hingga saat ini masih berkutat dengan Keaksaraan Fungsional (KF). Tercatat hingga medio tahun ini, ada 39.799 orang menyandang buta aksara dengan usia 15 tahun ke atas. Targetnya pada akhir tahun 2017 nanti, angka tersebut turun menjadi sebanyak 37.949 penyandang.

Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Non Formal (PNF) Dispendik Kabupaten Probolinggo, Solikin mengatakan, sejak tahun 2011 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melakukan upaya terus menerus untuk menurunkan angka buta aksara.

“Pemerintah daerah tidak tinggal diam, upaya itu dilaksanakan secara berkesinambungan, baik melalui dana APBN, APBD Provinsi Jawa Timur maupun APBD Kabupaten Probolinggo,” ujarnya, Jumat (4/8/2017).

Baca Juga :   Antisipasi Bencana, Embung di Hulu Sungai Tiris Diusulkan Segera Dibangun

Menurut Solikin, strategi percepatan melalui GPK-PBA pada tahun 2015 melalui kerja sama pengembangan model dengan BP-PAUDNI Regional II Surabaya, yang sekarang berubah menjadi BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur. Hasilnya, angka buta aksara 125.479 orang di tahun 2011 sampai akhir tahun 2016 tersisa 39.799 orang.

Sementara, pada tahun 2017 alokasi KF dasar sebanyak 1.850 Warga Belajar (WB) atau sebanyak 185 kelompok belajar (Kejar). Sebanyak 1.100 WB (110 Kejar) dibiayai dari APBD Kabupaten Probolinggo dan 750 WB (75 kejar) dari APBN dengan melibatkan 17 PKBM yang terfokus di 18 kecamatan.

“Jumlah jam belajar selama 114 jam atau dikonversi sebanyak 38 kali tatap muka di kelompok belajar. Harapannya diakhir tahun 2017 sisa buta aksara mencapai 37.949 orang,” terang pria yang berdomisili di Desa Kebonagung, Kecamatan Kraksaan ini.

Baca Juga :   Pakde Karwo Apresiasi Para Pahlawan Lingkungan Hidup

Sekretaris Dispendik Kabupaten Probolinggo, Sentot Dwi Hendriyono, mengatakan, KF merupakan sebuah program pendidikan non formal untuk mengatasi masyarakat yang menyandang buta aksara. Keaksaraan fungsional diartikan secara sederhana sebagai kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung (calistung).

“Berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitar. Keaksaraan fungsional membantu masyarakat lebih berdaya dengan cara belajar untuk menambah kemampuan dan pengetahuan,” kata mantan Kabag Kominfo itu. (saw/saw)