Eks Napi Desak Pemilu Serentak Dihapus

1360

Probolinggo (wartabromo.com) – Mantan narapidana mendesak Pemilu Serentak dihapus. Meski dinyatakan sukses dalam pelaksanaan, namun Pemilu 2019 belum bebas dari aroma politik uang (money politics) serta memakan korban jiwa dalam jumlah banyak.

Pemilu 2019 oleh pemerintah dan banyak kalangan diakui sukses. Pemerintah mengklaim Pemilu 2019, terbesar dan satu-satunya Pemilu dilakukan secara serentak dalam satu hari di dunia. Masyarakat berpartisipasi secara aktif untuk memilih Presiden, anggota DPD dan DPR (baik pusat, provinsi dan daerah).

Namun di lain sisi, masyarakat pemilih masih dibingungkan dengan persoalan teknis surat suara. Seperti ukuran besar, banyaknya surat suara yang harus dicoblos, termasuk tulisan nama calon legislatif yang terlalu kecil. Belum lagi  minimnya sosialisasi pada Pemilu 2019, juga merugikan masyarakat yang ingin menyalurkan hak suara. Padahal anggaran Pemilu merogoh anggaran APBN triliunan rupiah.

Baca Juga :   Jelang Pilpres, Polres Probolinggo Cek Senjata Api Anggota

“Tidak sedikit pemilih mengaku tidak mencoblos seluruh dari 5 surat suara, karena bingung. Ini kerugian demokrasi yang nyata. Mengacu persoalan itu, UU Pemilu Serentak selayaknya dihapus. Kok saya merasakan pemilu 17 April 2019, serasa hambar beda dengan Pemilu lima tahun sebelumnya,” kata Jumanto, Ketua Forum Silaturahmi Mantan Narapidana (Fosil Maharana), Kamis (2/5/2019).

Dari segi kualitas, dikatakannya, Pemilu 2019 tidak lebih baik. Apalagi kesuksesan penyelenggaraan itu, dibarengi dengan makin maraknya politik uang (money politics).

“Belum mencerminkan Pemilu berkualitas yang kita idam-idamkan bersama. Ada aroma pelanggaran dan aroma money politics yang udah kita temui. Masyarakat masih berpikir pragmatis ketika Pemilu. Bagaimana dikatakan pemilu yang jurdil, bebas dan bebas money politik jika masalah ini masih begitu masif,” ungkap mantan narapidana ini.

Baca Juga :   Sebelum Pantau Perolehan Suara, Sandiaga Temui Kyai Jadzab di Pandaan Pasuruan

Pria yang sempat akan maju menjadi Calon Bupati Probolinggo ini, juga menyebut ada ketidak-netralan penyelengara Pemilu. Serta keberpihakan aparatur sipil negara (ASN) kepada caleg-caleg tertentu. Sehingga, ia menilai tidak menggambarkan pesta demokrasi yang Bebas dan Jurdil.

Di Kabupaten/Kota Probokinggo, jumanto pun masih menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh petugas KPPS, mulai dugaan pemotongan honor saksi, petugas PPS, hingga dugaan pelanggaran teknis terkait pencoblosan.

Diungkapkan juga, ada hal yang menurutnya lucu, karena mendapati Ketua Panwascam, malah menyewakan rumahnya sendiri untuk kegiatan Pemilu.

“Belum termasuk pengaduan partai yang mengaku dicurangi,” tandas mantan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo ini. (saw/saw)