Tak Kunjung Bayar Tanah, Kantor Kelurahan Triwung Lor Disegel Warga

2405

Probolinggo (wartabromo.com) – Kantor kelurahan Triwung Lor, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo disegel warga. Penyegelan lantaran tanah yang digunakan untuk pembangunan kantor kelurahan itu tak kunjung dibayar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tanah yang bersengketa itu, kini ditempati sebagai kantor Kelurahan Triwung Lor dan SDN Triwung Lor 3. Tanah itu disebut milik kakek dari Ari Wardiyono (33), warga setempat. Ari merupakan ahli waris tanah yang digunakan sebagai kelurahan dan sekolah itu.

“Kami terpaksa melakukan ini, karena ganti ruginya gak dibayar oleh Pemkot Probolinggo,” tegasnya, Minggu (5/5/2019).

Tidak main-main, penyegelan yang dilakukan Ari sembari memasang tulisan “TANAH SHM DIJUAL” di dalam areal kantor kelurahan.

Baca Juga :   Sebelum ke Jakarta, Timnas U-19 Mampir Latihan di Pasuruan

Ari pun menjelaskan kronologi mengenai sengketa tanah itu. Pada tahun 2015 silam, sertifikat atas nama kakeknya, Bullah dibeli oleh Pemkot Probolinggo. Luasnya mencapai 5.650 meter persegi, dibuktikan dengan SHM nomor 16 tahun 1965.

Setelah sertifikat tanah diberikan melalui notaris, pemilik tanah lalu dijanjikan akan dibayar ganti rugi atas tanahnya. Tak tanggung-tanggung, harganya yakni Rp 4,6 milyar. Namun hingga kepemimpinan Walikota Rukmini habis, uang itu tak kunjung cair hingga berujung penyegelan.

“Saat itu kami juga pernah berupaya mengambil sertifikat tersebut, tapi sia – sia,” jelas Ari.

Pada akhirnya, sertifikat tanah milik keluarga itu, bisa dikeluarkan. Pihak keluarga dan ahli waris pun sepakat untuk menjual lagi tanah itu. Pada siapa saja yang berminat membeli, termasuk jika Pemkot Probolinggo punya itikad baik untuk membelinya.

Baca Juga :   Anggota Dewan Probolinggo Akui Video Mesra Dirinya

Ari menunggu, setidaknya sampai akhir tahun ini. Jika sampai akhir tahun tidak ada kabar, maka pihaknya akan langsung menjual pada pihak swasta.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPPKA Pemkot Probolinggo, Imanto menjelaskan bahwa pada 2015 lalu pihaknya sudah akan menindak lanjuti sertifikat itu.

“Namun adanya masalah, sehingga kami ragu untuk menindak lanjuti. Pada 2018 lalu, kami kembali memproses tanah tersebut dari awal,” tandas Imanto. (lai/may)