Rekom Komisi 1 Tak Junjung Kompetensi, Kompak: Periksa Otak Otak Calon Kades itu

2546

Pasuruan (WartaBromo.com) – Komisi 1 DPRD Kabupaten Pasuruan minta bakal calon kepala desa (Bacakades) gagal tes ditetapkan menjadi calon. Keinginan itu dianggap tak selaras dengan semangat menjunjung kompetensi seorang pemimpin.

Penilaian itu di antaranya disampaikan Lujeng Sudarto, Ketua Konsorsium Masyarakat Pasuruan Antikorupsi (Kompak) dalam sebuah percakapan dengan WartaBromo, Rabu (30/10/2019).

Menurutnya, memilih calon pemimpin seperti kepala desa, harus memiliki batasan yang didasarkan juga pada keahlian atau kompetensi.

Untuk mengukurnya, bisa mungkin dilakukan dengan cara memberikan tes, mirip uji kompetensi yang digelar beberapa waktu lalu.

Dari hasil pengukuran itulah bisa didapatkan sosok-sosok mumpuni, yang bisa dikatakan layak menduduki kursi kepala desa nanti.

Baca Juga :   Anggaran Pilkades Serentak di Probolinggo Membengkak

“Prinsip adalah kompetensi. Bagaimana seorang kepala desa nanti dihadapkan pada persoalan-persoalan administrasi maupun tata kelola pemerintahan desa,” terang Lujeng.

Lujeng tak menyanggah, bila ada pihak menyebutkan, uji akademis seharusnya bukan satu-satunya alat untuk mengukur kemampuan seorang bakal calon. Tapi mencari sosok kapabel dan terjaga kredibilitasnya, harus menjadi semangat bersama.

Nah, ada hal menarik yang kemudian disorot, yakni pada sikap Komisi 1 dewan Kabupaten Pasuruan yang telah abaikan hasil uji akademis.

Komisi 1 meluncurkan rekomendasi berisi di antaranya meminta panitia Pilkades yang memiliki 2 hingga 5 Bacakades, untuk langsung saja menetapkannya sebagai calon.

Padahal, beberapa Bacakades dinyatakan tidak lulus tes, lantaran memperoleh nilai di bawah standar, sehingga dinyatakan tak bisa melanjutkan pencalonan.

Baca Juga :   Lokasi Pilkades Rawan Dijaga 30 Polisi

Oleh karenanya ditegaskan Lujeng, apa yang diminta Komisi 1 soal ditetapkan saja Bacakades untuk menjadi calon Kades, justru menjauh dari cara ideal memilih pemimpin yang diinginkan.

“Periksa otak otak calon Kades itu,” tandas Lujeng, terkait pentingnya kompetensi seorang kepala desa.

Di sisi lain, jika rujukannya adalah kompetensi, maka seharusnya tidak ada pembatasan pada jumlah calon yang bakal bertarung.

Artinya, bilamana dalam proses uji kemampuan diri dinyatakan layak, berapapun jumlah bakal calon harus ditetapkan sebagai calon, tidak terjebak pada batasan 2 hingga 5 calon.

“Kalau di satu desa ada 11 calon yang memenuhi standar nilai, ya ndak apa-apa diberi kesempatan bertarung pada 23 November nanti,” imbuhnya.

Baca Juga :   Jelang Penetapan, 5 Desa Gelar Tes Tulis Bacakades

Pun demikian jika dalam screening kompetensi, ternyata ditemukan hanya 1 calon, maka pelaksanaan Pilkades bisa saja dilakukan dengan melawan bumbung kosong, mirip yang terjadi pada pemilihan Bupati Pasuruan pada 2018 lalu.

Hanya saja, batasan minimal 2 dan maksimal 5 itu masih tercantum, dalam ketentuan seperti pada Permendagri maupun peraturan lain yang mengikutinya.

Lujeng pun menyatakan, jika ketentuan batasan itu seyogyanya dapat segera diubah, karena dinilainya tak berdasar.

“Kalau memungkinkan diubah ya diubah saja, karena memang tidak perlu ada batasan selama setiap calon memiliki kemampuan,” kata Lujeng. (ono/ono)