Lewat Gawai, Radikalisasi Mengancam di Tengah Pandemi

1155

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh internal BNPT, menunjukkan bahwa ladang utama kelompok ISIS adalah dunia maya. ISIS bahkan mengalokasikan hampir 50 persen lebih keuangannya untuk kepentingan media. Hal itu menjadikannya sebagai kelompok paling aktif memanfaatkan medsos sebagai alat propaganda dan rekrutmen anggota.

Dari rilis penelitian oleh Brookings Institutute, seperti dinyatakan Ariska, bahwa paling sedikit 46.000 akun Twitter dinyatakan terkait dengan para pendukung ISIS. Akun-akun ISIS tersebut rata-rata memiliki lebih dari 1.000 followers.

Tenaga Ahli BNPT, Irjen Pol (Purn) Hamli menyebut, pengguna medsos dengan tingkat pemahaman agama rendah paling rawan terpapar radikalisme. Maka itu, peningkatan wawasan melalui literasi keagamaan menjadi penting.

Baca Juga :   Bernostalgia, Kepala BNPT Sambangi Ponpes Canga'an Bangil

Intoleransi, Akar Radikalisme

Terorisme tidak datang tiba-tiba. Demikian dikatakan Tenaga Ahli BNPT, Irjen Pol (Purn) Hamli. Hamli yang sebelumnya menjabat Direktur Pencegahan Terorisme BNPT itu mengungkapkan, terorisme merupakan perwujudan atas sikap yang salah terhadap sebuah ajaran.

Karena itu, memberantas terorisme, harus dimulai dari akar permasalahannya. Salah satunya, intoleran. Menurut Hamli, intoleran menjadi sikap paling dasar sebelum seseorang menjadi seorang teroris. “Teroris itu tidak ujug-ujug. Sikap intoleran merupakam embrio seseorang terjebak terorisme,” terang Hamli. Dari intoleran, selanjutnya berkembang menjadi radikal. Setelah itu, tinggal menunggu waktu sebelum menjadi seorang teroris.

Hamli mengatakan, berdasar pengalamannya selama ini, ada tiga indikator yang bisa dipakai untuk mengidentifikasi seseorang sudah terpapar radikalisme atau tidak. Pertama, tidak menghargai perbedaan alias intoleran; mudah mengkafirkan orang (takfiry); serta ketiga, tidak mau menerima Pancasila sebagai dasar negara. “Atau, tidak mau menerima Indonesia sebagai NKRI. Maunya khilafah,” terang Hamli dalam webinar yang berlangsung sekitar satu jam setengah itu.

Baca Juga :   Survey BNPT: Pencegahan Terorisme Tereduksi oleh Media Sosial

Alissa Wahid, pendiri Gusdurian yang juga hadir sebagai narasumber mengatakan, sikap intoleran patut diwaspadai bukan hanya berpotensi melahirkan terorisme. Lebih jauh, juga mengancam tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Celakanya, di tengah gencarnya kampanye perdamaian, narasi-narasi kebencian dan intoleran justru kian marak di medsos. “Ini kalau dibiarkan, pasti akan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata putri sulung Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Disinilah pentingnya meningkatkan literasi keagamaan dan kebangsaan dalam bingkai kebhinekaan. Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengemukakan, literasi yang cukup akan menghindarkan seseorang terjebak pada aliran atau propaganda menyesatkan yang banyak bertebaran di dunia maya.

“Meningkatkan literasi, menjaga kearifan lokal seperti yang banyak dilakukan ulama-ulama pesantren cukup efektif menghalau hal-hal yang mengarah pada radikalisme-terorisme,” jelas Boy Rafli. (*)