Pernikahan di Bawah Umur, Probolinggo Juara Tiga se-Jatim

471

Kraksaan (WartaBromo.com) – Pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo cukup tinggi. Bahkan berdasarkan catatan Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Kraksaan, Probolinggo masuk 3 besar di Jawa Timur.

Dari data terungkap jika di Kabupaten Probolinggo terdapat 1.137 anak menikah pada usia dini pada 2022. Jumlah tersebut terbilang tinggi karena berada di peringkat 3 di Jawa Timur setelah Kabupaten Malang dengan 1.455 kasus, kemudian Kabupaten Jember dengan 1.395.

“Sesuai data permohonan dispensasi kawin (DK) yang dikabulkan oleh pengadilan. Mereka harus mengajukan DK karena usianya masih di bawah 19 tahun. Sebab, tanpa DK tersebut, petugas Kantor Urusan Agama (KUA) tidak akan mau mencatat pernikahannya,” terang Panitera Muda Hukum PA Kraksaan Syafik’udin, Rabu (18/1/2023).

Artinya dalam 1 bulan, rata-rata lebih dari 100 anak mengajukan DK. “Dengan jumlah yang mencapai 1.100 lebih, artinya rataan saban bulannya hampir mencapai 100 kasus yang kami tangani,” lanjut ia.

Tingginya angka pernikahan dini itu, kata Syafik, seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam UU tersebut, kini laki-laki perempuan yang berusia di bawah 19 tahun dianggap masih belum cukup umur untuk menikah. Sebelumnya, batasan perempuan berusia yang dapat menikah minimal berusia 16 tahun, untuk laki-laki adalah 19 tahun.

Faktor lainnya adalah keinginan orang tuanya. Alasannya untuk mengantisipasi adanya tindakan yang melanggar norma agama dan sosial, jika tidak segera dinikahkan. Mengingat pergaulan bebas muda-mudi saat ini, yang disebut kian mengkhawatirkan.

“Contoh, mereka tunangan, tapi sering ketemuan atau sering terlihat berboncengan. Akhirnya orang tuanya itu memutuskan untuk segera menikahkan,” ujarnya.
Tingginya pernikahan dini ini diamini oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Probolinggo. Hal itu, juga tidak terlepas dari persoalan budaya di masyarakat. Mereka beranggapan bahwa remaja putri yang usianya mencapai 19 tahun belum menikah, dianggap sebagai perawan tua.

“Ayo budaya-budaya kalau 19 tahun itu sudah tua, itu dihilangkan. Makanya perlu semua elemen masyarakat untuk menyadarkan hal ini,” ucap Kepala Kankemenag Kabupaten Probolinggo, Akhmad Sruji Bahtiar secara terpisah.

Untuk meminimalisir pernikahan dini, kata Bahtiar, membutuhkan peran semua pihak. Selain pemerintah, perlu ada peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga para orang tua.

Bahtiar berharap, semua pihak dapat mempunya visi yang sama dalam upaya menekan angka pernikahan dini tersebut. Karena, pernikahan dini dinilai mempunyai sejumlah risiko. “Selain berpotensi stunting, pernikahan dini ini sangat berpotensi menyebabkan perceraian,” tandasnya. (cho/saw)