Kopi Maulid

1164

Firman melanjutkan omongannya, kali ini bukan karena ia dibayar, namun karena ia mulai muntab oleh majelis yang sungguh tak tahu adat ini. Bagaimana tidak, wong Kanjeng Nabi mereka undang, setelah beliau rawuh malah dicueki.

“ Adik-adik..” sapanya seraya menatap seorang guru paruh baya yang sedang berhalo-halo sejak ia mulai bicara tadi.

“ Kita memang sama sekali tidak kenal dengan junjungan kita ini, karena sebuah sistem sengaja menyembunyikan beliau dari kita. Biografi beliau dihapus dari buku-buku materi sekolah. Digantikan dengan biografi penemu bom nuklir, penemu bubuk mesiu dan rudal. Teori cerdas Kanjeng Nabi dalam bernegara, diganti dengan trias politikanya Napoleon Benaparte, teori –teori antropologi beliau seakan lebih kerdil daripada teori-teori jiplakan Lockhe, teori ekonomi beliau yang mengedepankan win-win solution dalam berbisnis, ditong sampahkan karena Adam Smith dan Keynes dianggap lebih brilian”. Mejelis tetap semrawut mirip suasana di gedung DPR RI saat tawar menawar kepentingan politis. Para guru yang sejak tadi riuh rendah ngobrol ngalor-ngidul khas “orang kantoran”, sedikit bengong mendengar omongan Firman. Mungkin sedikit terkejut, karena gembel semacam Firman ternyata nampak lebih banyak membaca buku daripada mereka.

Baca Juga :   Parpol Hilang Akal

Di kampus-kampus, Firman ditikam kenyataan amat pedih karena para mahasiswa membanding-bandingkan Kanjeng Nabi dengan nabi-nabi imitasi. Kali ini Firman tak lagi bisa berbicara secara monologis, karena para mahasiswa yang “kritis” itu langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan.

“ Kenapa Nabi banyak berpoligami, bukankah itu terkesan merendehkan martabat perempuan?” teriak seorang mahasiswi. Rupanya seorang aktivis jender.

“ Jika benar Nabi adalah pembawa rahmat, kenapa selama hidupnya, beliau mengikuti banyak peperangan?” seseorang berkoar dari pojok. Sepertinya aktivis antirasisme.

Seorang mahasisiwa berjenggot tebal juga berteriak “ jika Nabi sudah mendapat jaminan keselamatan langsung dari Allah, kenapa kita mesti memohonkan keselamatan beliau dengan bershalawat. Ini tak pernah diajarkan oleh Nabi, dan ini sia-sia”.

Baca Juga :   Laga Ujicoba, Persekap Pesta 5 Gol ke Gawang Persesa

“ Sudah cukup?” potong Firman karena pertanyaan-pertanyaan itu terhenti sementara.

“ Untuk sementara itu dulu. Nanti kami sambung dengan pertanyaan lain” ujar seorang mahasiswa.

“ Saya tidak akan menjawab sepotong pun pertanyaan Anda tadi” jawab Firman mengejutkan. Para mahasiswa itu mulai tersenyum sinis. Meremehkan Firman yang memang sangat pantas disebut gembel secara penampilan apalagi intelektual.

“ Saya hanya akan memberi usul” forum makin ramai mencibir.

“ Pertama, coba baca kembali literatur-literatur kuno yang udik itu. Kalau kita belum mampu membaca yang asli versi bahasa Arab, coba kita baca saja terjemahannya. Murah, kok. Jauh lebih murah daripada buku-buku karya para ilmuwan kontemporer yang penuh paragraf mubaddzir itu.” Para mahasiswa jelas nampak tersinggung.

Baca Juga :   Tiga Pengamen Jalanan Keroyok Sales

“ Kedua, rupanya kita perlu belajar lagi di surau. Mempelajari alif, ba’ ta’ tsa lagi. Sebab, sepertinya kita sudah melompati tahapan-tahapan dalam mendalami agama kita ini. Bahkan ada sebagian dari kita yang –maaf—belum tuntas mempelajari bab thaharah, tapi langsung mempelajari filsafat Islam.” Wajah para mahasiswa itu nampak merah padam.

“ Ketiga, nanti malam kita sambung diskusi ini di warung kopi Cak Manap. Akan kita bedah tuntas. Sebab di sini kita dibatasi ruang dan waktu. Moderator tak segan-segan men-cut diskusi kita karena keterbatasan  durasi.”   (Abdur Rozaq)