Ketika Terlanjur Masuk di “Bukan” Sekolah Favorit

1195

Di situlah saya belajar. Gak giat-giat banget, Cuma adaptasi aja dengan lingkungan baru dan pembelajaran baru yang saya geluti. Jurusan yang awalnya pakpak tung ini harus saya kuasai. Cari link sana-sini. Belajar sana-sini. Iya. Saya gak Cuma belajar di kampus thok. Saya fikir kalau hanya berkutat di kampus, dapatnya ya itu-itu saja.

Saya memutuskan sering bertanya ke orang lain luar kampus. Para akademisi. Sering ikut lomba sana-sini, intinya memperlebar jaringan saya. Kenapa? Supaya saya unggul dari yang lain. Semangat hidup saya dulu Cuma itu supaya gak pedhot kuliah karena berada di zona tidak favorit itu. Karena pembelajaran di sana lebih lambat, dari sekolah saya dulu. Jadi saya harus ngulang lagi bareng kawan lain. ke halaman 2

Baca Juga :   Zonasi Berlaku, Mantan Sekolah Favorit Masih Laku

Apa yang saya dapatkan? Alhamdulillah saya puas lahir batin. Karena saat itu ayah saya yang baru sembuh dari stroke bisa menangis saat saya dipanggil ke podium buat menerima penghargaan saya sebagai mahasiswa “rodok apik”. Saestu mboten sombong. Cuma berbagi pengalaman gitu lho. Selepas itu, saya langsung bekerja.

Karena salah satu tujuan saya pengen cepet dapet uang. Gak perlu susah-susah cari kerja, karena saya sudah ditarik kerja tanpa tes di sebuah media swasta. Mungkin ini yg dinamakan keberuntungan. Karena kadang rekan saya yang kuliah di kampus favorit terbaikpun harus susah cari kerja.

Saya yakin itu karena perjuangan saya selama ini. Berusaha legowo.

Sudah nangkap isinya? Sekolah di tempat favorit itu bukan koentjie kesuksesan atau satu-satunya jalan terbaieq. Kalau sudah terlanjur tidak masuk favorit yang memang sudah dihapuskan, ya dijalani saja. Pinter-pinternya kita ngatur waktu buat “pinter” dengan caranya sendiri. Pumpung ada di sekolah yang gak unggul, ya kamu yang harus unggul. Begitu. Wassalam.(*)