RAA. Soejono dan Ironisme Sang Nasionalis (3)

1287

Di sisi lain, meski sudah tidak menjadi bupati, Soejono diberi kepercayaan menjabat sebagai Ketua Asosiasi Bupati tahun 1931-1934. Hal ini terungkap oleh Soejono sendiri, saat menulis kata pengantar untuk buku De Regenten Positie, karya R.A.A.A. Soeria Nata Atmadja, tahun1940.

Dalam penuturannya, saat menjabat Ketua Asosiasi Bupati, sebenarnya ia sudah berada di Belanda. Ia tengah menjalani tugas belajar dari pemerintah kolonial. Ia mengenang, kerjasama antar Bupati waktu itu sangat erat dan tercipta hubungan kerjasama yang baik. Sehingga, terjadi pertukaran pikiran tentang memilin rakyat di wilayahnya masing-masing.

“Kontak timbal balik antara para pemimpin pemerintahan Indonesia ini, bahkan di luar lingkup asosiasi yang sebenarnya, memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran yang bermanfaat tentang banyak pertanyaan yang penting bagi negara dan rakyat,” kenangnya Soejono, yang saat itu sudah di Batavia tahun 1940.

Baca Juga :   Menanti Jerat Penambang Ilegal yang Masih Bebas Melenggang

Fakta menarik lain dituliskan oleh Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu Langie, alias Sam Ratu Langie, sang Pahlawan Nasional dari Sulawesi. Dalam bukunya berjudul Indonesia in den Pacific, kern problemen van den Aziatischen Pacific, terbit tahun 1940, Sam Ratulangie menjepret momen Soejono bersama Presiden Filipina Quezon. Saat itu, Quezon tengah menjadi tamu akademik di Batavia. ke halaman 2

R.A.A. Soejono.

Dalam foto tersebut, Soejono tengah duduk bersama MH. Thamrin, Presiden Filipina, Sam Ratulangi, dan Bupati Bandung. Soejono saat itu, masih menjabat sebagai anggota Dewan Karet Internasional, perwakilan Hindia Belanda. Hal ini menunjukkan Soejono, sebagai sosok yang memiliki pergaulan yang luas dan menjangkau dunia Internasional.

Lebih runtut, sebuah biografi singkat dibeberkan sebuah surat kabar mingguan di Kepulauan Curacao, salah satu negeri jajahan kala itu. Surat kabar Amigo Di Curacao bertarikh 11 Juni 1942, memuat biografi singkat Soejono.

Baca Juga :   Jejak Sejarah Bencana Pasuruan di Era Kolonial

Disebutkan, bahwa Ratu Wilhelmina telah mengangkat seorang menteri tanpa portofolio (jabatan), Raden Adipati Ario Soejono, seorang anggota Dewan Hindia Belanda, terhitung mulai tanggal 9 Juni 1940.

Rekomendasi Adipati Ario Soejono adalah salah satu yang pergi ke Australia bersama Dr. Hubertus J. van Mook. Dia adalah orang Indonesia pertama yang diangkat sebagai menteri. Dan sampai saat ini, menjadi satu-satunya.

Dia adalah keturunan dari keluarga ningrat Jawa dan bangsawan. Seluruh tahapan sebagai birokrat (pamong praja) telah ia lakoni. Menjadi Bupati Pasoeroean, bertahun-tahun menjadi anggota Volksraad dan anggota Dewan Delegasi, anggota delegasi Belanda di Liga Bangsa-Bangsa.

“Dari tahun 1935 hingga 1940, ia diangkat menjadi anggota Komisi Karet Internasional. Selain itu, ia juga ditempatkan bekerja di Departemen Koloni di Belanda dan sejak 1940 anggota Dewan Hindia Belanda,” disebutkan dalam surat kabar tertanggal 11 Januari 1940.

Baca Juga :   Terdampak Pandemi, Manajer Mall di Bali Ini Bangkit berkat "Djajan Ndeso"

Di samping itu, redaksi surat kabar tersebut menambahkan catatan. Raden Adipati Ario Soejono bisa menunjukkan kemampuan yang serbaguna. Ia memperoleh kemasyhuran saat sebagai pegawai negeri saat menjabat sebagai Bupati Pasuruan.

“Dia salah satu bupati yang lulus ujian kedinasan. Setelah itu ia menjadi anggota Volksraad dan anggota dewan delegasi selama bertahun-tahun.”

Masih menurut surat kabar itu, pada tahun 1930 Pemerintah Hindia Belanda memberinya cuti belajar selama satu tahun ke Eropa. Soejono diberi tugas belajar pertanian, peternakan, perikanan, dan koperasi, khususnya di Belanda.

Jabatan di luar pemerintahan pun ia lakoni. Ia pernah ditugaskan oleh Pemerintah Belanda sebagai penasihat delegasi Belanda pada Konferensi Perburuhan Internasional yang diadakan di Jenewa pada Juni 1930.