Mendorong Kota Pasuruan ke Tingkat Ketimpangan Rendah

264

Kalau diperhatikan kinerja ekonomi Kota Pasuruan dari sisi lapangan usaha, sampai 2023 masih didominasi oleh sektor transportasi dan pergudangan; sektor industri pengolahan; serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.

Oleh: Sri Kadarwati*

Pengembangan Kota Pasuruan menuju Kota Madinah (mewujudkan ekonomi yang maju, indah kotanya dan harmoni masyarakatnya) hingga tahun 2026, tentunya membutuhkan effort yang tinggi agar tujuan dan sasaran tercapai sesuai target.

Salah satu strateginya adalah menjaga ketimpangan pendapatan masyarakat khususnya pada kelompok masyarakat terbawah. Menurut Sukirno (2006), ketimpangan pendapatan membahas tentang penyebaran pendapatan setiap orang atau rumah tangga dalam masyarakat. Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan dalam suatu wilayah adalah Indeks Gini Ratio (GR).

Indeks Gini digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah secara menyeluruh. Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi.

Jika nilai Indeks Gini kurang dari 0,3 masuk dalam kategori ketimpangan “rendah”; nilainya antara 0,3 hingga 0,5 masuk dalam kategori ketimpangan “moderat”; dan jika nilainya lebih besar dari 0,5 dikatakan berada dalam ketimpangan “tinggi”.

Di tengah suksesnya kinerja pemerintah daerah Kota Pasuruan dalam menjalankan strategi pembangunan, terdapat kritik bahwa suksesnya pembangunan tersebut belum dinikmati secara merata oleh masyarakat.

Hal ini tercermin dari angka ketimpangan pendapatan penduduk Kota Pasuruan dari 2021 hingga 2023 cenderung meningkat dari 0,36 menjadi 0,37 atau naik rata-rata per tahun sekitar 0,01 poin. Namun demikian angka tersebut masih menunjukkan bahwa Kota Pasuruan berada pada tingkatan ketimpangan sedang atau moderat.

Kenaikan besaran tingkat ketimpangan pendapatan dalam dua tahun terakhir pasca Covid-19 tidak hanya dialami oleh Kota Pasuruan, namun juga dialami oleh enam kota lainnya di Jawa Timur kecuali Kota mojokerto dan Kota malang yang mengalami penurunan tingkat ketimpangan pendapatan pada 2023.

Baca Juga :   Ekonomi Kota Pasuruan Naik, Lapangan Usaha Tunjukkan Tren Positif

Meskipun laju pertumbuhan ekonomi di Kota Pasuruan dan juga kabupaten kota lainnya di Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan positif, namun belum tentu pertumbuhan ekonominya dikatakan berkualitas.

Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan : 1) pendapatan perkapita/ kesejahteraan masyarakatdan 2) peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak mungkin sehingga memberikan dampak pada penurunan angak tingkat pengangguran terbuka (TPT).

Kedua persoalan tersebut di Kota Pasuruan nampaknya belum terselesaikan sepenuhnya pada tahun 2023. Khususnya masalah penyerapan tenaga kerja atau penurunan jumlah penganggur. Hingga tahun 2023 jumlah penganggur di Kota Pasuruan meningkat sebesar 6,04 persen, meskipun angka TPT mengalami penurunan sebesar 0,54 persen poin.

Hal ini dikarenakan jumlah Angkatan kerja pada 2023 mengalami peningkatan yang signifikan, sekitar 16 persen. Hal ini menunjukkan semakin banyaknya penduduk usia kerja yang masuk dalam kegiatan ekonomi seperti bekerja dan mencari pekerjaan.

Presentase penduduk yang bekerja di kegiatan Formal Agustus 2023 menurun sebesar 2,51 persen poin dibandingkan dengan kondisi Agustus 2022. Penurunan penduduk bekerja pada kegiatan informal ini seiring dengan penurunan penduduk yang berstatus buruh/karyawan/pegawai.

Dari sisi kesejahteraan yang dilihat dari besaran tingkat pendapatan per kapitanya per bulan menunjukkan adanya peningkatan yang positif, yaitu dari Rp.1.531.000 rupiah tahun 2021 menjadi Rp2.372.000 rupiah pada 2023.

Besarnya rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang dihitung dari data Susenas merupakan pendekatan dari tingkat pendapatan masyarakat. Namun demikian terdapat disparitas rata-rata pengeluarannya cukup lebar antar kelompok pengeluaran 40 persen terbawah, kelompok pengeluaran 40 persen menegah dan 20 persen kelompok pengeluaran teratas.

Baca Juga :   Tantangan Penganggur Terdidik di Kota Pasuruan

Dari sumber data yang sama diketahui bahwa pada kelompok 40 persen terbawah, rata-rata pengeluaran penduduk perkapita sebulan sebesar Rp722.110 ribu atau sebanding dengan 1,4 kali besaran garis kemiskinan (gk).

Pada kelompok pengeluaran penduduk 40 persen menegah sebesar Rp1.329.000 atau 2,5 kali besaran garis kemiskinan (gk). Selanjutnya pada kelompok 20 persen teratas , rata-rata pengeluaran penduduknya perkalpita sebulan sebesar Rp3.555.000 atau setara dengan 6,7 kali besaran garis kemiskinan (gk).

Porsi pengeluaran penduduk yang berada pada kelompok pengeluaran 40 persen terbawah dan 40 persen tengah, lebih banyak digunakan untuk membeli komoditas makanan. Sedangkan penduduk kelompok penegeluaran 20 persen atas, cenderung lebih banyak pengeluaran untuk komoditas non makanan (misalnya pendidikan, kesehatan, perumahan dan perlengkapan rumah tangga sekunder lainnya).

Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan pada ekonomi kerakyatan juga sangat diperlukan untuk pemberdayaan ekonomi dan kehidupan masyarakat kecil. Upaya pemberdayaan ekonomi kerakyatan, hendaknya dengan memperhatikan skala prioritas kinerja sector ekonomi di wilayahnya.

Berdasarkan tipilogi klassen atau tipologi yang digunakan untuk mengetahui pola pemanfaatan dan struktur ekonomi suatu wilayah perkotaan, untuk kota pasuruan ada 4 tipologi : 1) tipologi sektor ekonomi yang termasuk maju dan tumbuh cepat yaitu sektor transportasi dan pergudangan; 2) tipologi maju tetapi tumbuh lambat yaitu sector pertanian, kehutanan, perikanan, pengadaan listrik dan gas; 3) tipologi relative tertinggal dibandingkan sector lainnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian, industry pengolahan, konstruksi, penyediaan akomodasi dan makan minum serta jasa perusahaan; 4) tipologi potensial dan berkembang yaitu sector pengadaan air, pengelolaan sampah/limbah dan daur ulang, perdagangan besar, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, real estate, administrasi pemerintahan, jasa pendidikan/kesehatan/kegiatan social dan jasa lainnya.

Pada periode 2023, tidak semua aktivitas lapangan usaha di Kota Pasuruan mengalami peningkatan kinerja dibandingkan periode sebelumnya.

Beberapa yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya antara lain pada aktivitas pertambangan non migas, aktivitas industri mamin, aktivitas industri barang dari logam, aktivitas/transaksi jual beli di pasar tradisional, aktivitas jumlah pengunjung tempat wisata komersial, aktivitas perayaan kegiatan keagamaan, aktivitas akomodasi , aktivitas informasi dan komunikasi, aktivitas jasa keuangan, aktivitas pembangunan/renovasi besar-besaran rumah tempat tinggal, aktivitas pembangunan gedung/infrastruktur, aktivitas transportasi-pergudangan-jasa kurir.

Baca Juga :   Pemulihan Ekonomi di Tengah Gelombang Ketiga Covid-19

Kalau diperhatikan kinerja ekonomi Kota Pasuruan dari sisi lapangan usaha, sampai 2023 masih didominasi oleh sektor transportasi dan pergudangan; sektor industri pengolahan; serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Namun kue pertumbuhan ekonomi pada lapangan usaha yang dominan tersebut masih dinikmati oleh sebagian besar kelompok penduduk menengah ke atas.

Kedepan tentunya diperlukan upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah baik dari sisi permintaan ekonomi maupun penawaran ekonomi (lapangan usaha) ke level yang lebih tinggi lagi. Selain itu juga pengendalian terhadap aspek kesehatan masih terus dipertahankan dan ditingkatkan, agar tingkat produktifitas masyarakat terus meningkat, serta tingkat dan kualitas pendidik masyarakat masih perlu juga ditingkatkan, sehingga mampu merespon kesempatan kerja yang tersedia pada sector ekonomi dominan yang berbasis teknologi dan inovatif.

Maka, pekerjaan rumah mendesak yang perlu segera dilakukan pemerintah daerah dan para stakeholder terkait adalah bagaimana segera mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas atau pertumbuhan inklusif yang tidak hanya mampu berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja dan pengurangan pengangguran, tetapi memberikan dampak positif terhadap penurunan disparitas pendapatan penduduk. Sehingga kota pasuruan tidak hanya bertahan pada ketimpangan yang sedang melainkan dapat naik satu level pada tingkat ketimpangan yang rendah.

*) Penulis adalah Kepala BPS Kota Pasuruan