Melacak Jejak Semaun di Pasuruan, Ketua Pertama PKI (2)

14661

Muda dianggap berbahaya bagi pemerintah kolonial hingga diasingkan, Semaun kembali ke Indonesia setelah merdeka dan mengabdikan diri menjadi pengajar dan abdi negara. Ia salah satu dari sedikit eks elite politbiro PKI yang hidup lempeng-lempeng dan bersahaja pasca tragedi 1965.

Oleh: Miftahul Ulum

SEJARAH mencatat, Semaun diasingkan ke luar negeri di tahun ketiga setelah ia mendirikan PKI yang kala itu masih berbentuk persarikatan. Yakni, di tahun 1923. Hingga pada 1956, lobi-lobi Soekarno berhasil membawanya pulang.

Di rumah ayahnya, Raden Prawiroatmodjo di Desa Gununggangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Semaun menjadikannya jujugan usai tiba di Indonesia. Cerita itu pula yang pula yang disampaikan Lastari (76) dan Mudji (75) dua warga Gununggangsi yang menjadi saksi hidup atas kepulangan Semaun ke Gununggangsir itu.

Ihwal tempat tinggal Semaun di Gununggangsir ini pun sempat ditulis oleh S. Goenawan untuk menandai masa pembuangan Semaun ke luar negeri pada 1923. “Semaoen adalah anak dari Prawiroatmodjo, pensioenan Haltechef S.S jang pada masa sekarang ini tinggal beroemah dalam desa Goenoenggangsir, afdeeling Bangil,” tulis Goenawan dalam arsip yang diterbitkan di Bandung itu.

Baca Juga :   Gara-gara Buku Aidit, Dua Penggiat Vespa Literasi Diciduk Polisi

Tapi, pasca kepulangannya, Semaun mendapati PKI tak lagi seperti ketika ia menjadi ketuanya. PKI yang kala itu diketuai DN. Aidit sudah berubah dibanding ketika awal berdiri tahun 1920. Hingga pada akhirnya, Semaun yang putra seorang pensiunan haltechef S.S (pegawai kereta api) cenderung “dingin” terhadap PKI.

FX Domini BB Hera, sejarawan di Pusat Studi Budaya dan Laman Batas Universitas Brawijaya (UB) menyebut, ada kesan bahwa Semaun cenderung memisahkan diri dengan PKI. Hal itu bisa dilihat pada surat balasan kepada PKI untuk menghadiri Kongres PKI VI di Jakarta, September 1959 silam.

“Saja utjapkan terimakasih atas kesediaan saudara memberi kesempatan pada saja untuk menjambut hari pembukaan kongres partai saudara. Sekian.”

Baca Juga :   Melacak Jejak Semaun di Pasuruan, Ketua Pertama PKI (3-Habis)

Penggalan tersebut merupakan penutup surat Semaun kepada PKI yang memintanya memberikan testimoni dalam kongres PKI VI yang digelar kala itu. Penyebutan kata “partai saudara” merupakan pembatas antara dirinya dengan partai yang diketuai oleh DN. Adit tersebut.

Selain Lastari dan Mudji, secuil kisah Semaun juga WartaBromo dapatkan dari kerabata dekat Semaun di Gununggangsir. Salah satunya Agung, yang tinggal tepat di sebelah timur bekas rumah Semaun.
Agung sendiri menempati bangunan tua, yang sekarang ia gunakan untuk berjualan sepatu dan sandal. Kendati sempat enggan, ia akhirnya bersedia mengisahkan hubungan kekerabatannya dengan Semaun.

Baca: Melacak Jejak Semaun di Pasuruan, Ketua Pertama PKI (1)

Agung merupakan cucu dari kakak perempuan Semaun, Siti Prawirohardjo. Dalam tradisi setempat, Agung memanggil Semaun dengan sebutan Mbah (ci)lik. Ia mengaku tidak tahu detail tentang sejarah Semaun dan sepak terjangnya. Tapi, dari penuturan yang ia dapatkan dari orang tuanya, Semaun memiliki empat anak.
Keempatnya disebutkan lahir dari ibu berbeda. Dua dari ibu asal Indonesia. Dan, dua lainnya dari Valentina Iwanowa yang berkebangsaan Rusia. Dua anak dari ibu pertama bernama Logiko Piet Sudibyo dan Axioma, sedangkan anak dari Valentina bernama Gogayelena, dan satunya ia mengaku lupa.

Baca Juga :   MUI Probolinggo Apresiasi Beslah Buku Aidit, Aktivis Sebut Pelanggaran HAM

Soal empat anak Semaun ini, majalah Intisari pada edisi Oktober 1971, sempat memberikan ulasannya. Disebutkan bahwa Semaun memiliki seorang anak pertama bernama Logika Sudibyo, dan anak kedua bernama Axioma. Anak pertama Semaun lahir tatkala ia dan teman-teman buruh kereta api melakukan pemogokan. Sedangkan Axioma lahir bertepaan dengan penangkapan Semaun.