Kuda Messi Keledai Emosi

1021

Oleh: Dahlan Iskan

Messi itu ibarat kuda sekaligus keledai. Kuda bagi klubnya: Barcelona. Keledai bagi negaranya: Argentina. Itu bukan pendapat saya. Itu ejekan dari media sosial. Setelah tim piala dunia Argentina ‘dikalahkan’ Islandia dengan skor 1-1. Apalagi saat mendapat hadiah penalti

Messi gagal bikin gol: tendangannya terlalu lemah. Seperti tidak ada semangat. Lebih-lebih setelah Argentina ditaklukkan beneran oleh Croasia 0-3. Dan Messi belum bikin satu pun gol.

Kritik lain lebih masuk akal: Messi itu kurang Argentina. Emosinya bukan emosi Argentina. Tangisnya bukan cry for Argentina.

Sejak umur 13 tahun Messi sudah pindah ke Barcelona: sejak anak genius ini terkena penyakit defisit hormon. Ia mendapat pengobatan di Barcelona. Atas biaya klub kaya itu. Sejak itu hidupnya praktis di Barcelona. Argentina memberinya tempat lahir. Dan penyakit. Barcelona memberinya hidup. Dan kehidupan.

Baca Juga :   Perkokoh Toleransi, Jatman Ikrar Perdamaian Antar Umat Beragama

Teori yang agak ngawur itu dikuatkan oleh peristiwa dua tahun lalu. Saat Argentina masuk final Copa America yang dimajukan. Melawan Chili. Argentina kalah dari tetangganya itu: Messi juga gagal di tendangan penalti.

Copa America itu dilaksanakan di Amerika Serikat. Ditepatkan dengan HUT ke-100 Copa America. Saya lagi di sana saat itu. Tiga bulan. Melihat drama itu di cafe yang gemuruh di Kansas City, Missouri. Disway belum lahir saat itu.

Sejak itulah Chili dibenci di seluruh Amerika Latin. Bukan hanya di Argentina. Sikap Chili begitu merendahkan Argentina. Setelah drama itu. Membuat Chili menjadi musuh bersama di seluruh Amerika Latin. Hingga gagal maju ke piala dunia saat ini: oleh sepakbola gajah.

Saat itu Peru bermain mata dengan Colombia. Permainan itu disebut ‘Pakta Lima’. Lima adalah ibukota Peru. Mereka sepakat untuk tidak saling menyerang. Sambil menunggu hasil pertandingan lain. Para pemain saling mendekat dan berbisik. Pemain lawan juga membisikkan sesuatu ke rivalnya. Bola nyaris selalu berada di daerah pertahanan masing-masing. Saling umpan. Tanpa ada pemain lawan yang merebut bola. Hasilnya: 1-1. Chili tersungkur. Dan tersingkir. (Lihat video).

Baca Juga :   H-2 Lebaran, Arus Lalin Surabaya-Malang Terpantau Lancar

Maka janganlah lecehkan Messi. Ingatlah ini: tanpa tiga gol Messi di babak penyisihan Argentina sudah senasib dengan Chili.

Bahwa di Barcelona ia seperti the Black Stallion mungkin karena ini: iklim team secara keseluruhan memang mendukungnya. Barcelona adalah team perjuangan. Emosinya emosi perjuangan. Seperti ehm Persebaya sekarang ini.

Barcelona adalah alat perjuangan: membawa missi pro kemerdekaan Cataluna. Dari kerajaan Spanyol. Yang kalau merdeka ibukotanya di Barcelona. Lihatlah kalau Barcelona lagi bertanding. Home. Begitu banyak berkibar bendera Cataluna. Tidak ada satu pun bendera Spanyol.

Karena itu Barcelona harus selalu menang lawan klub Espanol: sebuah klub di Barcelona yang didirikan untuk pro-integrasi.

Dan jangan lupa: Barcelona juga harus menang setiap melawan Real Madrid. Klub dari ibukota Spanyol itu.

Baca Juga :   Revitalisasi Pasar Telan Rp21 M, Ini Pekerjaan Berat Pemkab Pasuruan

Penuh dengan emosi. Sepakbola tanpa emosi… apalah apalah apalah artinya.

Tidak percaya? Cobalah nonton pertandingan piala dunia sekarang ini. Cobalah jangan memihak salah satunya. Di mana asyiknya?

Menonton sepakbola itu harus memihak. Asyik…. bisa seperti jaran goyang.

Misalnya saat Mesir lawan Saudi Arabia. Sama sekali tidak menarik. Sama-sama Arabnya. Sama-sama sudah tersingkirnya. Tapi tetap saja saya akan memihak Mesir. Karena ada Mo Salahnya.

Memang ia dapat hadiah rumah di dekat Mekkah. Oleh raja Saudi. Setelah Salah mencetak gol terbanyak di Inggris. Dan mendapat tropi pemain terbaik Inggris tahun ini.