Setrum PLN Jadikan Lahan Bawang Bersinar Terang, Petani Lebih Cuan

952

Selain itu, dengan adanya listrik pada area lahan pertanian dapat menghasilkan potensi baru, yaitu penggunaan sibel dan pompa air. Hal ini dapat diestimasi akan memaksimalkan pemakaian energi listrik sebesar 1.000.000 kWh/tahun dari sektor pertanian bawang merah saja.

Hindari Konflik dengan Pengelola Jaring

Para petani butuh perjuangan lebih ekstra. Mereka kerap dihadapkan pada dua pilihan. Pakai lampu PLN dengan teknologi electrifying agriculture. Atau tetap pakai jaring yang masih konvensional. Atau bisa jadi memakai kedua-duanya. Kalau memakai keduanya, tentu investasi dan biaya produksinya jauh lebih mahal.

Informasi di lapangan menyebutkan, para petani bawang belum banyak mendapatkan informasi yang utuh tentang manfaat menggunakan lampu PLN. Kalau pun ada, masih di beberapa titik wilayah tertentu saja.

Baca Juga :   Anggaran Rp 10 Miliar Diusulkan untuk Gedung Baru Kemenag Probolinggo

Selain itu, mereka mencoba menghindari konflik dengan para pengelola jaring. Ada “jasa pengamanan” ketika mereka menyewa jaring kepada kelompok tertentu sampai panen tiba.

“Jaring itu sudah ada tulisannya sendiri-sendiri. Nyewa ke si A, ya pengamannya ke orang tersebut,” tukas Ai, salah satu petani bawang.

Bagaimana kalau jaring beli sendiri? Ia menjelaskan, jika ingin membeli jaring sendiri, untuk 1 iring harganya relatif mahal. Bisa mencapai Rp 40 Jutaan. Dengan umur ekonomis jarring hanya 4-5 tahun. Kendati demikian, meski beli jaring sendiri, tetap ada biaya pemeliharaan sekitar Rp 8 juta per musim. Sehingga perkiraan investasi petani bisa mencapai Rp 18 juta per tahun.

“Meskipun beli, tapi kalau ndak bilang kepada pihak pengelola jaring, ya bisa hilang atau rusak jaringnya, Pak,” tukasnya.

Baca Juga :   Siswi Difabel Asal Probolinggo Dikenal Pintar dan Lugas Di Sekolah

Sebaliknya, jika memakai listrik PLN, kebutuhan biaya pemakaian listrik per bulan hanya sekitar Rp 300 ribu. Sehingga kebutuhan biaya per tahun sekitar Rp 3,6 juta saja. Tentu, jika dibandingkan dengan jaring ada efisiensi biaya mencapai Rp 14.4 juta/tahun.

Dilematika petani inilah yang coba disentuh PLN pelan-pelan. Pihak PLN UP3 Pasuruan juga berusaha menghindari konflik dengan pengelola jaring. Mereka lebih senang bisa langsung ke petani dan bekerjasama dengan stakeholder lainnya.

PLN UP3 Pasuruan sudah melakukan berbagai kajian untuk perluasan jaringan di lahan pertanian ini. Mulai dari survey lapangan, riset dan pengumpulan data. Lalu, sosialisasi, membentuk Forum Group Dicustion (FGD) bersama petani. Kemudian penentuan tujuan target, hingga kerjamasa dengan para stakeholder terkait.

Baca Juga :   PKL Alun-alun Kraksaan Semakin Liar

Setelah semua lengkap, barulah pihak PLN UP3 Pasuruan melakukan persiapan eksekusi. Mengecek form pendaftaran pelanggan, cek material dan kesiapan jasa sambung. “Ketika instalasinya sudah tersambung dengan rapi, maka kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi,” tukas Chaidar Saifullah, Manager PLN UP3 Pasuruan.

Energi lisrik memang harus diperluas ke sektor lain. Tidak cukup untuk pemukiman warga semata. PLN perlu masuk ke sektor pertanian, perkebunan atau sektor lainnya. Hadirnya PLN ke sektor pertanian bawang sudah membuktikan efisiensi biaya produksi. Artinya, jika “setrum” PLN sudah merata di kalangan petani, bukan tidak mungkin kebangkitan negeri akan kembali terjadi. (saw/asd)