Mendengar Cerita Nikah Siri dan Praktik Kotor yang Mengiringi

20966

Parahnya, status itu disandang oleh perempuan yang masih memiliki usia cukup muda. Itu bisa terjadi karena warga Rembang, terbilang tak banyak mengenal istilah pacaran, selayaknya warga kota umumnya. Acapkali, orang tua di Rembang langsung menjodohkan anak-anaknya -terutama yang perempuan- pada seseorang, ketika usia dilihat sudah mencapai baligh.

Unsur paksaan inilah yang diperkirakan jadi musabab, menimbulkan masalah di dalam rumah tangga baru itu, sampai muncul perceraian.

“Nah, yang sudah janda itu biasanya dipondokkan kembali oleh orangtuanya,” kata Nakho’i.

Banyaknya janda muda menjadi beban orang tua. Muncul sikap orang tua untuk segera mencarikan anaknya seorang suami. Itulah, pencarian pria baru ini kemudian merambah ke luar daerah, dan tentu pilihan pernikahan lebih diputuskan dengan siri. ke halaman 2

Perempuan-menikah (ilustrasi). Foto diolah dari PicsArt.

Banyak hal yang melatari kenapa pernikahannya dilakukan secara siri. Menurut Nakho’i, pria baru temuan orang tua untuk anaknya itu, bisa jadi telah memiliki seorang istri, yang ingin melakukan poligami.

Baca Juga :   Baru Sehari Kerja, Buruh asal Purwodadi Ini Ditemukan Tewas di Rembang

Namun demikian, tak semua janda muda itu dijodohkan dengan pria beristri, karena tak sedikit perjodohan kedua dilakukan dengan seorang perjaka dari luar daerah.

Dari ungkapan Nakho’i tersirat, segala hal yang diputuskan warga Rembang seakan melandaskan pada ketentuan agama (Islam), sampai kemudian muncul sikap permisif warga Rembang, seakan membuka ruang terhadap praktik dan perilaku siri.

Pada perkembangannya, fenomena itu terus menyeruak hingga kemudian Rembang dikenal sebagai tempat “nyaman” melakukan nikah siri.

Dijelaskan, bila pernikahan siri di Rembang tak melulu dilakukan oleh warga Rembang. Tak jarang pasangan dari luar datang, hanya untuk mendapatkan legalitas agama dalam pernikahannya. Lumrahnya, lagi-lagi diucapkan Nakho’i, pasangan dari luar daerah tersebut, lebih karena si pria ini ingin melakukan poligami.

Baca Juga :   Mengintip Praktik Pernikahan Anak di Pelosok Rembang

“Yang pasti, nikah siri itu menolak zina. Dan kawin siri itu macam-macam tujuannya, ada yang pingin coba-coba, tapi ada yang ingin poligami tapi nggak mau zina, akhirnya kawin siri di sini,” terangnya.

Sisi lainnya, aktivitas pernikahan siri yang kian terbuka itu, terdapat celah. Beberapa pihak memanfaatkannya menjadi semacam peluang usaha jasa baru.

Mereka mencoba mencari pria luar daerah untuk dapat dipertemukan dengan perempuan (janda) muda Rembang, agar dapat dinikahkan secara siri. Fakta tambahan dapat diungkapkan, bila kemudian lebih sering orang luar daerah “bergerilya” ke Rembang mencari perempuan muda.

“Kan ada orang datang, biasanya orang Surabaya. Orang-orang makelar yang biasa mangkal di pertigaan Kalisat itu kan tahu, kalau ada yang janda di sini. Datanglah, terus ditemukan ke orangtuanya. Dipanggillah anaknya dari pondok terus dikawinkan siri,” ungkapnya.

Baca Juga :   Usai Isbath Nikah, 223 Pengantin Diajak Tasyakuran di Pendopo

Dengan cara mempertemukan hingga terjalin ikatan pernikahan secara siri inilah, ada rupiah yang bisa diterima oleh mereka –yang kemudian lumrah disebut sebagai makelar nikah siri itu.

Pada awalnya, kegiatan makelar ini tak begitu jadi persoalan. Warga Rembang cukup permisif, menerimanya. Upah jasa -dengan besaran tertentu- kerap diterima, baik dari pihak perempuan Rembang, lebih-lebih dari pria luar daerah yang mendapatkan berkah menikah (lagi) dengan perempuan muda di sini.

Di seputaran kecamatan yang dikenal dengan mangga klonal 21 ini pun, banyak bertebar makelar/jasa pernikahan siri. Bahkan beberapa di antaranya disebut-sebut tak sungkan umumkan diri, menunjukkan diri sebagai pihak yang bisa membantu menghubungkan perempuan yang bisa dinikahi secara siri.