Tanggung Jawab Difabel Netra atas Derasnya Informasi Dunia Maya

1003

Pada tahun yang sama pula, beredar link-link yang meminta akses data pribadi untuk didaftarkan sebagai penerima bantuan. Maklum, tahun itu awal kemunculan Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).

Akibatnya, perekonomian Indonesia terguncang. Dan , seluruh masyarakat mengalami defisit. Termasuk bagi kawan-kawan disabilitas. Khususnya, yang mengandalkan perkerjaan menyentuh seperti kawan tunanetra yang berprofesi sebagai terapis.

Tak pelak, bantuan dari mana-mana bermunculan. Namun, tidak semua yang membantu betul-betul niat untuk menolong. Ada salah satu sebaran yang kala itu disinyalir sebagai penipuan. Beruntung, ada himbauan dari suatu organisasi penyandang disabilitas yang kredibel untuk berhati-hati terhadap informasi tersebut.

Selanjutnya, untuk tanggung jawab dengan melakukan sesuatu. Biasanya saya langsung memverifikasinya. Caranya, terbilang cukup mudah.

Baca Juga :   Master-Plan Al Qaedah 2020: Strategi Jitu Memukul Kepala Ular

Pertama, cara yang paling simple adalah melihat sumber berita dari mana. Jika sumbernya tidak jelas mending hapus saja atau beritahu admin grup. Namun, apabila masih bimbang, ketik saja judul dari informasi tersebut di google. Dan lihatlah media mana saja yang telah menulis hal itu. Jika media itu berasal dari media masa online yang terdaftar dalam Dewan Pers, blehlah kita sebar.

Namun, belum tentu juga media massa online yang sudah terdaftar di Dewan Pers, tidak memberitakan suatu hal yang sedikit provokatif atau kadang bahkan tak masuk akal.

Maka, saya biasanya tetap membaca konten informasi tersebut dengan perlahan-lahan dan mengkritisi maksud dari informasi tersebut. Hal lain juga, saya melakukan perbandingan dengan tulisan-tulisan lain dalam media online yang tentunya, sudah terregistrasi di Dewan Pers.

Baca Juga :   Mendamba Pemimpin (Bukan) Pecandu Kekuasaan 

Kedua, coba eja kata-perkata dalam konten itu. Jika terdapat banyak typo atau ada kata-kata yang memaksa untuk disebar. Dapat dipastikan tulisan itu adalah tergolong yang “unclear” dan “Unclean”

Walaupun mengejanya satu persatu sangat merepotkan. Dan terkadang saya merasa ada yang menggelitik perut saya ketika melakukan itu. Tapi, saya tetap melanjutkannya. Lantaran saya teringat risiko yang dapat ditimbulkan.

Terakhir, jika masih gelisah, cemas, bingung, gundah gulanah, dan tak tentu arah. Saya biasanya mencoba berdiskusi dengan pakar. Kalau tidak dengan pakar. Teman yang memang bergerak dalam dunia anti-babi ngepet digital juga bisa diandalkan. Paling tidak minimal, dengan berdiskusi bersama kawan itu, kita menjadi tahu dan tidak terjerumus dalam kesesatan.

Baca Juga :   Menagih Ketegasan Aparat untuk Penegakan Lingkungan

Deras dan mudahnya informasi yang masuk ke kita. Tentu saja bisa berimbas sangat buruk. Apalagi bagi pengguna pembaca layar (baca: difabel netra). Pasalnya, ketika saya menggunakan pembaca layar. Saya dapat berselancar secara mandiri dalam dunia maya.

Mandiri bukan melulu berrti sendiri. mandiri bagi saya adalah merdeka. Konsekuensinya dari merdeka adalah saya harus bertanggung jawab atas setiap informasi yang saya dapat.

Setiap pilihan akan berimbaas pada kita. Maka, pandai-pandailah dan bersabarlah terhadap derasnya informasi dalam dunia maya. (*)

* Penulis merupakan pengurus Pertuni (Persatuan Tuna Netra Indonesia). Saat ini bekerja sebagai staf di Komnas HAM.